Tetiba ingin menemani dan ditemani, jejaki jalan tak bertrotoar di sini.
Sesekali melompat, dengan pijakan seirama degub jantung.
Karena kini, tetiba nelangsa di kota ini.
Prinsip pernah tertulis, 'berjalanlah, karena suasana kota selalu punya caranya sendiri menghibur kita'.
Tapi, kini, hanya ditemani deru mesin random ketukan, selaras dengan ketukan hati dan pikiran saat ini.
Tak ingin ku sepakati itu, namun ku rangkul juga akhirnya, karena ku sudah tak lagi punya banyak pilihan.
Aku kian coba untuk terbiasa, namun belum pula terbiasa. Dan berakhir jadi pengecut dengan alih alih menerka.
Tanpa ahli menerjemahkan ribuan maksud. Ini tanpa terduga.
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Monday, September 02, 2013
Sunday, July 28, 2013
Bunuh Diri Digital
Baru menyadari kalau
memiliki #FakeName itu cukup menguntungkan. Kenapa? Temukan saja jawaban di
akhir artikel ini, berikut pesan moralnya apa.
Nama yang aku gunakan
sekarang #AdhiePamungkas, sesungguhnya bukanlah nama asli. Jauh bahkan, antara
nama pemberian orang tua dengan yang aku gunakan sekarang. Tidak ada kaitannya,
meski maksud tersirat ada, antara Adhie sebagai nama panggilan yang populer aku
gunakan sejak satu SMP, dan Pamungkas yang populer aku gunakan semenjak masuk
dunia kerja. 2010, yup sejak saat itulah aku lebih dikenal dengan nama
panggilan Adhie Pamungkas. Di saat menulis artikel untuk majalan dwi mingguan
aku menggunakan inisial AD, bukan AP- semestinya.
Nama itu pula yang aku
gunakan sebagai nama pergaulan. Mengenalkan diri sebagai Adhie Pamungkas, bukan
nama sesungguhnya. Nama asliku, tenggelam bersamaan dengan sering digunakannya
#FakeName.
Tidak hanya pada
lingkungan pergaulan, #FakeName aku gunakan juga untuk mendaftar jejaring
sosial. Mulai dari Friendster, Hi5, Facebook, Blogger, Twitter, Couchsurfing,
LinkedIn. Semua data dan perjalanan
hidup aku selama mengenal dunia maya, ada disitu, dengan menggunakan #FakeName.
Dan kemudian, ketika aku
memutuskan untuk kembali menggunakan nama asliku, rasanya rekam jejak digital
ku, sulit terlacak. Tak ada data di dunia maya yang menggunakan nama pemberian,
dan yang kurasa adalah nama pemberian ini menguntungkan, ketika ada saat dimana,
ingin menggunakan kembali nama pemberian.
Lalu bagaimana dengan
rekam jejak digital aku selama hampir belasan tahun ini?
Label:
Opini
Location:
Jakarta, Republic of Indonesia
Tuesday, July 23, 2013
Dari Sosmed ke Kopi Darat
@lombokvacation, account twitter inilah kali pertamanya aku berhubungan dengan warga lokal tujuan perjalananku via jejaring sosial. Meski frekuensi komunikasi tidak sering, dan bahkan tidak berbalas follow back, tetap account twitter ini jadi acuan rekomendasi perjalanan ku ke Lombok. Ini terjadi pada pertengahan tahun 2011.
Lombok sebenarnya bukan tujuan awal, Bali utamanya. Namun, karena Bali pernah ku kunjungi, aku kemudian, menambah rute perjalanan ke Lombok. Ini menjadi pekerjaan rumah, karena riset rute yang awalnya di luar kepala, kini ku harus memulai dari awal lagi. Belajar geografi!!!
Dengan memiliki waktu libur enam hari, aku membagi pulau Lombok menjadi bagian mata angin, Lombok Utara, Barat, Tengah, Selatan, Timur, dan tentunya Kepulauan.
Namun, dengan realistis, aku menghilangkan Lombok Timur dari daftar perjalanan.
Ku habiskan hari pertama dengan cruising motor, menyusuri Senggigi sampai ke pelabuhan penyebrangan ke 3G.
Bukannya putar balik ke arah berlawanan, aku justru melanjutkan rute lain dengan modal percaya diri. Yang kemudian kepercayaan diri itu perlahan memudar sepuluh menit setelah lepas dari jalan pemukiman. Selanjutnya, yang ku dapati adalah hutan.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Powered by Blogger.