Friday, March 19, 2010

Ijs kopi soesoe Indotjina (baca: es kopi susu Indocine)

Ngopi? Yah ke kopitiam lah. Kopitiam berarti kedai kopi. Dalam dialek Hokkian, kedai kopi disebut ka fe tien. Nah, ada tempat ngopi yg dapat saya rekomendasikan, yaitu Kopitiam Oey, yg berlokasi di jalan Sabang. Karena kedai kopi, maka berpuas-puaslah mencoba kopi beragam jenis, baik lokal n internasional. Mulailah dengan kopi tubruk, kopi saring. Atau jika ingin, cobalah kopi taloea boekittinggi, kopi saring dengan campuran telor kocok ayam kampung mentah. Jangan tanya bagaimana rasanya. Bagi yg mencoba cita rasa kopi dari negara lain, silahkan berpetualang ke Itali. Dari negara ini, Kopitiam Oey, menyajikan Italian Black Coffe dan es kopi Sisiliana, tidak ketinggalan, cappuccino. Next,

Monday, March 15, 2010

Green Zone

Ternyata masih ada film perang yah. Apalagi yang mengangkat perang Irak ke dalam film. Namun, mengangkat latar belakang terjadinya perang Irak? Wow wow wow wait...Oke, 19 Maret 2003 saat Baghdad jatuh. Green Zone adalah film yang mengisahkan tentang penyelidikan pemicu terjadinya perang Irak di era Saddam Hussein. Nah, ada dugaan di Irak tersimpan beberapa senjata pemusnah masal yang berada di sebuah tempat tersembunyi di negeri tersebut. Namun, cerita di balik keberadaan senjata pemusnah massal ini justru menimbulkan faksi di antara CIA dan Pentagon. Dalam film berdurasi 115 menit, garapan Paul Greengrass ini terlihat jelas, bahwa perang di Irak, bukanlah semata-mata perang antara AS dan Irak untuk meruntuhkan tirani Saddam Hussein, melainkan 'perang kepentingan' antara CIA dan Pentagon. Keduanya berusaha mencari 'nama' dalam memecahkan kasus ini. Chief Warrant Officer Roy Miller (Matt Damon), pun harus menguji keyakinan, dimana dia harus berdiri, CIA atau Pentagon. Jelas sekali dominasi AS di film ini. Seolah-olah hidup warga Irak ada di tangan AS dengan skenario-skenarionya. Kesannya justru perang Irak jadi side story saja.Tapi, dominasi itu dipatahkan oleh seorang warga Irak. Who is he?

Saturday, March 13, 2010

The Blind Side

The Blind Side berdasar pada kisah nyata seorang pemuda yang (awalnya) terabaikan dari keluarga, lingkungan, bahkan sekolah sekalipun. Adalah Michael Oher (Quinton Aaron), sosok remaja Afro Amerika yang bertubuh besar dan menjadi sosok sentral film yang digarap penulis sekaligus sutradara John Lee Hancock. Michael dengan tubuh besarnya kerap dipanggil Big Mike. Selintas orang yang baru mengenalnya, akan mendapat kesan Big Mike adalah sosok yang lamban, dan lemah berpikir. Tapi, dirinya ternyata memiliki bakat yang luar biasa dalam olahraga. Toh, kelambatan dalam berpikirnya pun pada akhirnya tidak terbukti. Kenapa? Jadi berpikir sendiri, mungkin saja Big Mike terkesan lemot, karena dipengaruhi kehidupan keluarga yang suram saat kecil [baca: minder].

Tuesday, March 09, 2010

Traffico

Pasar Minggu - Kedoya, 24 Km/ 24 menit. Pfuih. Setidaknya itu yang diinformasikan google maps. Yeah rite *mencibir. Nyatanya tidak seperti itu. Entah itung itungan dari manakah google maps. Yang jelas, butuh waktu 45 - 1 jam untuk mencapai jarak sejauh itu, yah memang dengan rata-rata kecepatan 60 km/ jam. Waktu selama itu masih bisa nego kok, lantaran, waktu tempuh itu bisa dicapai dalam waktu 24 menit. Pfuih catat yah, di pagi hari pukul 05:30 waktu keberangkatan. Itu sudah waktu yang maksimal loh berangkat dari rumah. Lewat dari itu?

Friday, March 05, 2010

Hurt Locker

Film berlatar belakang perang Irak ini menceritakan kisah heroik para penjinak bom AS di kota Baghdad tahun 2004. Jadi, sampai di kalimat pertama ini, lupakan saja akan adanya adegan pertempuran yang melibatkan alat perang canggih. Karena memang, film garapan sutradara Kathryn Bigelow ini lebih fokus pada upaya penjinak bom melakukan tugasnya. Mereka dikenal dengan pasukan Army Explosive Ordnance Disposal (EOD). Tugasnya, menyisir area yang akan dilewati tentara Amerika untuk mencari ranjau yang kemungkinan ditanam oleh tentara Irak.  Itu saja sih. Tapi, gak sesederhana itu pula menyaksikan film berdurasi lebih dari 2 jam ini (130 menit).

Tuesday, March 02, 2010

Relung (Part 4)

Baru aku mau klik email itu. Dan...
"Hai, Bro!”
Dion tiba-tiba sudah di depan pintu kamar yang memang terbuka sejak tadi.
Aku urungkan membaca email. Kecewa. Penasaran. Tertunda dech.
Sign out ASAP.
“Elu. Kaget gue. Kok gue gak denger suara mobil lo?”
Nggak penting aku menoleh ke arah suara itu. Sudah akrab terdengar suara baritonnya. Cuma agak sulit menyembunyikan kekecewaanku coz aku harus mengurungkan niat membaca email. But, Dion dah di rumahku. Smile!!!!
“Yah mana mungkin lo denger, kalo lo pasang musik sekenceng itu. Lagipula mana tega kalo lo yang bukain pintu. Pintu juga gak dikunci tuh. Kenapa juga muka lo? Cemberut gitu?”
Udah mulai cerewetnya.
“Gak apa-apa. Boring gue!”, jawabku sekenanya.
Ternyata Mbok ina lupa mengunci pintu. Aku tidak beranjak dari kursiku.
Shut down.

Motocycletta

'Besok motor datang', seru nyokap kala itu. Aku yang tak terlalu berminat mengendarai motor, menganggap hanya gurauan. Lantaran karena wacana beli motor sudah seringkali diomongin. Dan tahukah? Senin sore di bulan April, motor itu sudah ada di ruang tamu. Gubrak. Ok, enough, gw ga bisa bawa motor, Mak! Ah, sudahlah, semua sudah tersaji, hajar saja.
Sejak saat itu, aku belum memulai petualangan menjajah jalan Jakarta dengan motor. Busway, ojek, masih menjadi andalan yang mengantar ku kemanapun ku mau. Ibaratnya, simple, aku tinggal bayar, dan kemudian aku bisa tidur sepanjang perjalanan. Tapi ini tak bisa dibiarkan begitu saja. Motor itu bukan properti yang menghias ruang tamu. Teronggok tak bernilai begitu saja. Halah. Ya sudah. Aku pun berusaha keras untuk terbiasa. Alhasil, tense headache mendera ku. Seminggu penuh aku fisioterapi.
Powered by Blogger.