Saturday, December 03, 2011

Baju Bekas di perjalananku

Sejak punya hobi travelling satu tahun terakhir, aku pun punya kebiasaan baru, yaitu berburu baju bekas. Alasan utama bukan karena aku kekurangan baju, tapi, lebih karena sisi kepraktisan. Tas ransel yang ku miliki sejak 4 tahun lalu tidak memiliki banyak ruang. Awalnya aku maklum, jika kondisi tas akan terasa berat saat berangkat. Dan jika usai perjalanan, aku mau isi tas berkurang. Dan baju-baju bekas itu lah yang aku akhirnya buang, agar ruang di tas ku berkurang. Dengan demikian, juga berkurang beratnya. Apakah kemudian aku akan kembali penuhi dengan oleh-oleh? Nop. Don't push your luck.
Aku biasa berbelanja di pasar baju bekas di kawasan pasar senen. Biasa ku lakukan seminggu jelang keberangkatan. Dan biasa aku habiskan hingga 2 jam untuk mencari baju bekas. Kriterianya, tidak hanya masih layak pakai, tapi juga warna, dan model. Ya, itung-itung, saat di foto, baju ku ngga itu-itu aja sih. Dengan 60K idr aku bisa dapat 4 potong baju.

Monday, November 28, 2011

Syukur

Ga cukup dengan hanya mengatakan kata 'iri' itu adalah hal yang manuasiwi. Itu bukan alibi membenarkan diri, atas apa yang sebenarnya, diri kita juga memiliki. Lantas tinggal bagaimana kita bisa memaknai dan mensyukuri apa yang telah kita punya.
Tak pernah merasa bisa cukup memang, tapi, dengan iri terhadap kesederhanaan rejeki orang lain, adalah juga salah. Pernah kita bisa melihat dari dua sisi, seberapa kecil yang orang lain miliki? lalu kenapa dengan kecil rejeki yang kita anggap terhadap orang lain itu, justru membuat kita iri, bahkan, rasanya ingin juga memiliki?
Salahkan diri jika begitu, jangan salahkan, apalagi mengusik kebahagiaan orang lain yang sedang menikmati rejeki itu. Dan jangan pula harus menyakiti dengan kata-kata serta mengintimidasi. Itu sesungguhnya yang teramat kejam yang dilakukan seorang manusia terhadap manusia lainnya. Apalagi jika rejeki yang dimilikinya jauh lebih besar dari orang yang dihina. Itu biadab.
Kata-kata sederhana yang kerap mungkin dilontarkan adalah, "enak banget lo". Well, enak atau tidaknya sebuah rejeki itu kan berbalik lagi, bagaimana kita mensyukuri nikmat yang ada. Semua ada porsinya, dan semua sudah diatur. Tinggal bagaimana kita bijak menghargai harta, kesenangan dan lainnya. Jangan sampai kemudian kita dianggap berusaha mencuri kebahagiaan orang lain, 'harta' orang lain, padahal itu bisa dijauhi.
Lalu bagaimana kamu menentukan sikap?

Thursday, November 10, 2011

Hari ini setahun lalu #Merapi

Lembar cuti telah di ACC manager sebulan lalu. Sementara, tiket pesawat telah dibooking 3 bulan sebulannya. Ini beneran liburan yang amat terencana. Kecuali hotel, persiapan lainnya telah disusun. Bahkan itineraire, dan buku panduan liburan pun sudah siap. Yup, jelang ulang tahunku, aku mau liburan ke Jogja.
Namun, rencana itu berangsut kian suram. Status merapi tiap harinya kian ditingkatkan. Yang menjadi kekhawatiran utamaku adalah jika keadaan tidak kunjung membaik, maka, mau tidak mau penerbanganku dibatalkan. Memang ini kasus force major. Semua biaya yang dikeluarkan akan diganti (baca: refund) oleh maskapai. Tapi, itu tak begitu saja mudah untukku membatalkan perjalananku ke Jogja.

Saturday, November 05, 2011

Relung (Part 14)

Ku hempaskan tubuh ku ke kasur yang sudah 2 minggu tidak ku tiduri.
Ku tarik nafas dalam-dalam, mencari udara segar dalam kamar.
Ku tidur berbantal lengan, menatap langit-langit kamar.
Berat mataku. Ingin segera tidur. Tapi, sebentar lagi maghrib. Pamali kata orang tua kalo tidur saat maghrib. Entah apa yang menjadi pantangannya. Tapi, sepertinya gak terlalu berat untuk menjalankan larangan itu.
Sudahlah, menahan kantuk untuk beberapa saat nggak jadi masalah.
Aku bergegas ke kamar mandi.
Aku merasa kurang segar kalo belum mandi. Apalagi setelah menempuh perjalanan jauh. Debu. Keringat. Lengkaplah.

Relung (Part 13)

Stasiun Tawang pukul 07:30 pagi. Meski hanya membawa satu ransel, tapi tetap ada yang membebaniku.
Ugh, Bu Sri, secara diam-diam ternyata memberiku oleh-oleh untuk ku bawa ke Jakarta.
Aku sendiri nggak tahu kapan Bu Sri belanja oleh-oleh ini. Yang jelas, wingko babat dan bandeng presto sudah membuat tangan kanan ku gontai dan hilang keseimbangan.
Akunya yang nggak tahu diri. Sudah menumpang, tapi tidak memberi balasan yang berarti.
Kapan waktu ke Semarang aku harus mampir ke tempat Pak Suryo dan Bu Sri.
Bunyi peringatan penumpang berbunyi. Aku segera bergegas masuk ke dalam gerbong kereta Kamandanu yang akan membawaku kembali ke Jakarta. Di lorong gerbong aku mencoba mencocokan karcis kereta dengan mata melihat nomor kursi.
Ah, ku dapati juga akhirnya. Pfuih, kantong oleh-oleh aku letakkan di atas. Sementara tas ransel aku biarkan diletakkan di bawah kursi. Duduk di tepian dekat kaca. Posisi bagus untukku, karena aku bisa melihat pemandangan siang pantai utara Jawa.
Saat aku mulai bersandar, dari kejauhan aku dengar suara yang cukup menarik perhatian seluruh penumpang gerbong ku. Mengganggu ketengangan penumpang lain saja, keluhku.

Relung (Part 12)

Pertemuan terakhir dengannya itu semakin menegaskan posisi ku di hadapannya.
Berkali-kali memang ku katakan ‘cukup dan tidak lagi’. Aku hanya perlu waktu untuk sembuh. Dan menjauh darinya adalah salah satu jalan yang aku pilih. Dan berhasil. Ia tahu yang aku inginkan.
Satu minggu ini tak ada lagi telpon darinya, sms sekalipun tak ia kirim. Memang bukan yang aku harapkan. Baik juga untuk dia. Untuk memperbaikin hubungan yang ia miliki. Tak ingin ia berpaling hanya untuk seorang aku.
Dan keberadaan ku di Semarang saat ini benar-benar ku manfaatkan untuk diriku sendiri. Menenggelamkan ku pada kesibukan yang aku punya.
“Besok jadi pulang, Den?” tanya suara di belakangku.
Aku palingkan kepalaku.
Ibu Sri berjalan ke arahku, sambil membawa secangkir kopi ukuran besar.
Perlahan ia berjalan.
“Iya, Bu. Sudah cukup materi yang harus saya bawa ke Jakarta.”
“Naik pesawat jam berapa?”
“Besok naik Kamandanu yang pagi. Nggak buru-buru ke Jakarta. Jadi, saya pilih naik kereta aja. Lebih santai”
“Bukannya enak naik pesawat?”
“Lagi gak ingin, Bu”.
“Den ini aneh. Seumur-umur ibu ingin naik pesawat. Eh, Den Bimo malah gak kepingin. Ya udah. Ibu tinggal tidur yah. Ini kopi buat Den Bimo. Besok pagi, biar Bapak aja yang antar Den Bimo ke Tawang”.
Bu Sri duduk di hadapanku sambil meletakkan segelas kopi ukuran besar. Wuih, doping agar aku terus terjaga.

Relung (Part 11)

“Bimo”.
Suara itu.
Seperti terhipnotis, seketika itu juga aku hentikan langkahku. Rio yang berada di depanku menghentikan langkahnya juga.
Aku menolehkan kepala.
“Kenapa, Bim?” tanya Rio.
Aku nggak menjawab.
“Kamu”.
Sebuah kebetulankah bertemu dengannya?
“Kamu kenapa? Kok pake kruk gitu?”
Aku nggak menjawab.
“Rio, lo duluan dech, gue nyusul”.
“Oh, oke. Tapi, yakin gak apa-apa?” tanya Rio memastikan.
Aku hanya mengangguk meyakinkan.
Rio berlalu.
Kini hanya aku dan dia. Berdiri kami berhadapan.
Tatapannya seakan menelanjangiku. Matanya bergeming menatapku lekat dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Aku menatapnya kosong. Tanpa ekspresi sekalipun.
Tak ada waktu. Harus segera cabut. Sekarang juga.

Saturday, October 15, 2011

#Solotraveller 4th Day: Last day in Saigon to Hanoi

20/09/11 Cukup aneh sebenarnya menurutku, tiga hari di Ho Chi Minh, tapi tidak pernah sempat merasakan suasana kota yang sesungguhnya. Sejak tiba sabtu malam, Tien langsung mengantarku ke travel dan booking perjalanan selama di kota ini. Dan di hari selanjutnya, aku sudah terjadwal untuk ikut tour ini dan itu. Pulang tour sore, justru aku lebih memilih untuk tinggal di penginapan, atau sekedar cari makan yang tidak jauh. Paling hanya sekitar jalan De Tham street atau perempatan jalan, menyusuri blok, ke perempatan jalan lagi.
Hingga berakhir di kedai kecil, biasa aku pesan macaroni dan nasi goreng plus ayam goreng. Nongkrong dengan waktu yang tidak terlampau lama. Bukan karena tidak nyaman, tapi, lebih karena cuaca di Ho Chi Minh saat aku berada di sana tidak bersahabat. Gerimis, yang kadang disertai dengan hujan deras. Kondisi hujan ini yang kemudian membatalkan perjalananku dengan Daisuke ke Pecinan usai dari Mekong.
Kedai ini rasanya yang paling pas dengan lidahku. Kecil banget tempatnya. Hanya ada 4 bangku pendek, dan meja yang selevel. Menu yang ditawarkan pun juga hanya macaroni dan nasi aja. Plus pemilik yang tidak bisa berbahasa inggris. Transaksi hanya dilakukan dengan menuliskan Dong di selembar kertas. Dan aku mengiyakan dengan anggukan kepala dan senyuman. Selanjutnya, ia langsung memasak. Kedai ini, aku sudah jadikan tempat makan sejak hari kedua. Paling aman.

Monday, September 26, 2011

#Solotraveller 3rd Day: Mekong Delta - Get More

19/09 Yeaaaaaa bangun kepagian lagi dan disambut dengan kegalauan. Terlalu banyak yang dipikirkan, apa yang bisa aku lakukan. Dan apa yang terjadi di hari ini? Tarik nafas panjang aja dulu. Sebelum akhirnya beranjak untuk sholat. Adem pikiran untuk kemudian lanjut untuk tidur, berusaha untuk tidur tepatnya. Dan bangun sebelum alarm membangunkan aku.
Okey, hari ini jadwal tour berikutnya adalah Mekong Delta Full Day Trip. Terdengar amat sangat menyenangkan? Yeaaaa
Seperti biasa, pagi di kantor TheSinhTourist sudah banyak peserta tour yang datang. Bus sendiri dijadwalkan berangkat jam setengah sembilan. Dan, aku kemudian bertemu dengan Stepensen. Turis asal Malaysia. Nggak tahu nih orang seru sendiri pas liat aku, mungkin senang aja kali yah, ketemu lagi di rombongan tour yang sama. Dia sendiri bersama 3 teman lannya.
Berusaha cari anggota group lainnya untuk diajak ngobrol, aku kemudian merapat ke seorang Jepang, yang kemudian ku ketahui bernama Daisuke, #solotraveller juga.

Tuesday, September 20, 2011

#Solotraveller 2nd days: Cu Chi Tunnel #HoChinMinh

18/09 Lagi, bangun terlalu pagi, padahal semalamnya pun juga ngga tidur lebih awal. Leyeh-leyeh di atas tempat tidur nggak jelas. Baru setengah jam kemudian alarm berbunyi. *tepokjidat
Mungkin akunya yang terlalu antusias dengan perjalanan ini, jadinya pikiran terus menerawang, sementara daya tahan fisik dipaksakan. Ini nggak bagus. *pecut
Ya paling aku mengonsumsi vitamin, juz, dan minum banyak air. Kalau karbohidrat? Mmmmm berharap aku kurusan dalam 11 hari ini, karena fisik dipacu terus. Mahal ya, boooow mau kurus aja kudu jalan-jalan.
7:45 aku sudah berada di kantor TheSinhTourist di De Tham Street, dari tempatku menginap, hanya 5 menit berjalan kaki.
Aku tidak banyak melakukan aktivitas pagi dengan berjalan-jalan, meski hanya di sekitar tempatku tinggal. Nggak banyak pula jadinya, hal-hal yang diabadikan. Sarapan di sini dengan menu yang tidak bisa aku makan, membuat aku pilih yang pasti-pasti saja. Syukurnya, aku masih punya simpanan roti sobek yang aku bawa dari Jakarta, dan sisa roti sobek lainnya. Cukuplah untuk sekedar mengganjal perut, plus menghajar yogurt. Ah, sehat beneur.
Di #HoChiMinh, banyak warga yang sarapan di luar rumah. Umumnya, di pinggir jalan. Berbangku dan bermeja kecil dengan ditemani kopi, atau teh, dan semangkuk Pho. Tergoda memang untuk merasakannya, meski hanya duduk di pinggir jalan. Tapi, ya sudahlah, aku coba cari kenikmatan lainnya dengan cara ku sendiri.

Sunday, September 18, 2011

#Solotraveller 1st Day: Ho Chi Minh - Nervous

17/09 Jam 4 pagi aku sudah beranjak bangun. Ini di luar kebiasaanku. Dan ini sudah terjadi sejak 3 hari lalu. Tapi dini hari itu, rasanya lebih parah. Aku sudah coba lagi pejamkan mata, tapi nggak berhasil. Aku akui memang, aku mengalami yang namanya....nggak tahu deh istilah apa. 'Kata' itu pun baru aku temui beberapa jam kemudian, itu pun dalam usaha untuk tidur yang kembali gagal.
Perjalanan #solotraveller ku kali ini memang teramat menguras pikiran. Galau? Yes tentu. Dan pada saat terbangun itu lah, sempat kepikiran untuk membatalkannya. Atau paling tidak memangkas waktu perjalanan, dari 11 hari menjadi 4 hari saja. Cukup di Saigon, tidak perlu lagi lanjutkan ke Hanoi.
Pikiran-pikiran itu yang terus menggangguku. Namun, sisi pikiranku lainnya berkata, perjalanan ini harus diteruskan. Jadilah perang bathin, dan sukses deh, aku tidak tidur.

Saturday, September 10, 2011

Karena Tak Sepantasnya

jiwa ini tak tenang, saat diam mu mengusikku
dan jika kau butuh waktu
maka biar ku katakan, tak pantas ini kau lakukan
terlebih karena seharusnya kau sadari
kita juga ingin tak ingin tanpa jiwa

tapi, jika kau paksakan diam mu,
maka biar ku katakan, aku tak cukup pintar
pahami kebosanan yang mengharuskan kamu tak tenangi jiwaku
dan karena kelaku mu sungguh tak perlu
karena apapun kamu, namun ku maafkan mu

refrain
Aku tak punya cukup waktu
Yang ku tahu, batas waktu itu berakhir saat ku luluh pada kekalahan
dan ku menyepakatinya

chorus
Sadar, tak pnya cukup kuasa
siasati rasa dan terbuka
Lemah, tak pnya cukup kuat
saat akhirnya tak ada lagi sisa pertahanan

Thursday, September 08, 2011

Doa pagi

Kenapa menjadi bahagia membuat aku begitu mudah menangis?
Aku tak sekalipun meragu ada luka di antara bahagia yang ku rasakan kini, tapi kenapa selalu tersentuh dengan hal-hal sekecil apapun.
Kala terdiam dan menyadari apa yang ku miliki, air mata ini deras mengalir.
Meski terpaksa ku tahan sekalipun, sia-sia.
Aku hingga kini belum dapat jawab akan hal itu.
Yang aku sadari, mungkin Tuhan sentuh aku melalui tangan-tangannya, agar aku melihat dunia dari hati, bukan hanya dari mataku.
Terkesan galau, tapi ku tahu bedanya galau dengan kebahagiaan.
Dan rasanya, aku seperti tak punya banyak waktu banyak. Sedikit apa yang ku punya, maka rasanya ingin berbagi, meski hanya sekedar peluk. Sekedar membuat mereka nyaman, mereka tidak sendiri.
Aaaaaaarg kadang kesel dengan keadaan ini. Endorphine ku seperti berlebihan. Rasanya ingin merubah dunia dengan cara sederhanaku, tapi kalau hanya berujung dengan air mata, malas rasanya. Kenapa bahagia harus keluar air mata?
Mestinya kan, bahagia itu senyum.
Apa aku teramat bahagia?
Apa aku teramat lepas menjalani hidup ini? Berhasil menyiasati semua keadaan menjadi aura positif untuk jalan pikiran dan hatiku, dan aku dengan sukarela, membagi kelebihan aura bahagia itu ke orang lain. Pertanyaan.
Aku tahu ada juga permasalahan hidup yang aku miliki, tapi, itu seperti ku letakkan di relung yang teramat dalam. Dan saat itu muncul, aku pun bisa saja sejenak menangis. Sejenak.
Dan semua terkalahkan, saat ku sadari, aku tidak sendiri di dunia ini.
Ah, kacau.
G, jika memang seperti ini, biarkan aku menjadi berguna untuk mereka yang membutuhkan. Karena, aku pun masih lemah untuk bisa berbagi pada semua orang.
Beri aku kekuatan hati dan berpikir bersih dengan logika yah, agar aku juga kuat membantu, meski hanya dengan tepukan bahu.
adhie's #TselBlackberry®

Wednesday, September 07, 2011

Relung (Part 10)

Plaza Semanggi.
Kalau bukan untuk menghormati undangan Pak Yogi, aku sudah enggan meluluskan keinginan teman-teman untuk makan siang di tempat ini. Dan lebih memilih berada di kantor meski selalu menemukan kebuntuan dalam mencari titik temu dari setiap argumen kami.
Entah, aku sudah malas kalau harus berada di sebuah tempat di mana begitu banyak orang yang datang dengan beragam motivasi yang terkadang nggak jelas. Beragam gaya dan beragam pola tingkah laku. Tapi, di sisi lain, itu lah uniknya sebuah kehidupan. Dan setiap orang pasti memiliki keunikan.
Entah pada pola pikir mana aku berada saat ini.
Cavana? Mmm nggak terlalu suka.
Melewati pos pintu jaga. Sudah nggak peduli, berapa puluh pasang mata yang mengamatiku, tentunya dengan kruk yang aku gunakan.
Aneh, baru lihat yah, orang jalan pakai kruk???
“Bim, napa lo, diem banget?”

Relung (Part 9)

Ku buka pintu taksi. Perlahan berdiri. Tertatih tatih.
Pfuih, masih agak susah dibawa jalan. Ku raih kruk dan kuletakkan di ketiak kananku. Sebentar kemudian taksi sudah beranjak pergi.
Ku berdiri cukup lama di depan pintu lobi. Sebelum akhirnya mbak Retno, resepsionis kantor membukakan pintu untukku.
“Pa kabar, mas Bimo? Dah sembuh, mas?”

Aku sambut uluran tangannya. Tapi...upz

Saturday, July 30, 2011

Selfhealing

Bangun tidur langsung nenggak sereal, sebenarnya bukan sebuah bentuk pencitraan. Rutinitas yang mulai ku lakukan sejak awal pekan ini. Begitu pun halnya dengan jalan di titian peraga (treadmill) sepanjang 5-6 kilometer. Dua hal itu semata-mata karena ingin hidup lebih sehat, dengan bonus susut lemak tentunya ahahahah. Yup, aku kembali termotivasi untuk menghargai tubuh. Rasanya sudah cukup berat, ehem lom juga berat sih, kalo aku bandingkan dengan mereka yang super.
Saat pujian datang, aku kian termotivasi. Rasanya, ingin mengatakan, 'aku ingin lakukan ini, karena kamu yang minta'.
Tapi, kesan itu nyatanya tidak tepat.

Wednesday, July 27, 2011

Terima kasih, Mami! *peluk

Baru tiba di kantor 7:30, kakak perempuan pertamaku, telepon, kasih tahu kalau Mami sudah ngga ada. Aku tutup langsung telepon itu, dan nangis.
Ada sesak dan sesal. Karena malamnya, aku kepikiran ke Mami. Punya keinginan untuk foto bareng. Aku cuma punya foto bareng saat aku masih usia 6 bulan. Keinginan untuk foto bareng, juga sebenarnya pernah terjadi, beberapa bulan sebelum kakek ku meninggal, dan sesal, karena tidak pernah terwujud.
Jam 8 pun aku segera meluncur ke Menteng, karena aku dapat kabar, Mami akan dimakamkan jam 10 pagi di Tanah Kusir. Beruntung, pagi itu, jalan cukup bersahabat. 45 menit kemudian aku tiba di rumah Mami yang di Menteng. Prosesi kebaktian tutup peti masih berlangsung. Aku segera masuk garasi, mencari pintu samping dan masuk ke ruang tamu, untuk kemudian berdiri cukup lama.

Monday, July 25, 2011

Dieu

Aku korbankan perasaanku untuk org lain, tapi ku harus hapus air mata ku sndiri. Ku beri bahuku untk keluh orang lain, tp ku harus mengemis tiap kali jatuh. Sementara, ku harus pake topeng yg ga bkn ku nyaman, semata2 agar mereka nyaman padaku.
Dan malam ini Tuhan beri aku tanda, ada jalan dan ada nilai yg ditempuh dan dimiliki oleh seseorang untk memaknai apa yg dihadapinya. Bernilai dan kuat untk org lain. Dan sesungguhnya aku jauh lbh kuat pada tiap sekam yg menghajarku. Bukan karena topeng yg kupakai.
Tuhan berbicara, menjawab air mataku malam ini. Ada orang yg ditakdirkan untk kuat demi orang lain yg lemah.
adhie's #TselBlackberry®

Anugrah

Cuma bisa diam meski persoalan membelit. Tapi, masih bisa senyum sambil mata berkaca-kaca, karena merasa tak berhak diriku menyusahkan hati. Lapang dada. Terima apa adanya. Dan berbagi. Menjadi manfaat untk orang lain.
Jika tak punya materi, maka biarlah hati dan kata2 yg digunakan untk melepaskan penat mereka yg butuh.
Jika pun hati tengah galau, gunakan saja tenaga, dan gerakan otot bibir untk senyum. Binarkan mata.
Seberapa pun pedih kita, yakin lah mereka yg dtg k qta untk mengeluh, adalah berkah dan petunjuk, kalo qta masih beruntung. Hati qta dibutuhkan.
Dgn cara ini, tak hanya mereka yg terobati, namun qta juga telah memenangkan hati.
Anugrah itu datang dgn caranya sendiri.
adhie's #TselBlackberry®

Saturday, July 23, 2011

Tuhan

Tuhan, Kau ikat aku dengan garisan hidupku, agar aku taat pada-Mu. Namun, Kau juga bebaskan pikiranku, agar aku mampu menyikapi garisan hidupku.
Dan saat ku lelah pada keyakinanku atas Mu, Kau beri aku airmata sesal, karena tlah meragukan kuasa Mu. Selalu Kau tuntun aku dengan berkat intuisi. Kau jamah aku dengan beragam rasa kehidupan. Kau kuatkan aku dengan ketidaksempurnaan. Kau buatku berkaca saat ku menyesali apapun, berkaca pada jernih air mata. Kau ajarkan kasih dengan cara-Mu.
adhie's #TselBlackberry®

Relung (Part 8)

Dia tahu sekali cara memanipulasi pikiranku. Pintar sekali merajuk. Dan itu kelemahanku. Dia menggunakan senjata itu. Aku takut luluh.
"Kamu, tuh, jahat. Sadar nggak sih? Kamu datang ada hanya membawa masalah untuk aku. Dan aku sudah selesai dengan kamu. Aku harap kamu paham".
Kenapa aku menjadi terus mengumpat? Ini bukan aku. Ini bukan Bimo. Apakah sakit ini demikian menghujam dan menahun? Sampai aku bersikap seperti ini? Damn....
"Bimo, aku tahu aku salah. Please, maafkan aku, yah."
Kalo sudah masuk dalam tahapan seperti ini biasanya....
"Bukan pengakuan salah kamu yang aku butuhin. Aku dah maafin kamu. Tapi, jangan membebaniku dengan cara kamu seperti ini. Kalo kamu ikhlas untuk tidak lagi bersamaku maka aku juga bisa benar-benar ikhlas. Aku ngerasa kamu belum ikhlas dan aku ngerasa itu".
"Jangan dibahas lagi"

Relung (Part 7)

Aku hanya bisa mengumpat dalam hati. Gelisah seketika itu juga menyelimutiku. Geram pun merajaiku. Lama jemariku tak berkutik di atas keyboard. Tertegun. Bingung.Rasa kangen dan sayang itu begitu menyakitkan aku. Tapi rajutan kalimatnya yang menolakku seperti sebuah tamparan keras.
"Bimo".

Entah dorongan apa yang menguatkanku, meski hanya sebuah kata dari dua huruf saja.
"ya".
Damn. "Kenapa aku harus membalasnya?" keluhku dalam hati. Tekanan begitu dalam yang aku rasakan saat ini. Semuanya begitu bercampur aduk.
"Apa kabar, Bimo?"

Friday, July 22, 2011

Random - (transkrip acc twitter)

Jujur tidak biasanya ku hilang kata-kata. Resah yang kian merasuk ini buatku pilih jadi pendiam. Gamang tiada henti.
Beranjak dari lamunan, terkesan ku mampu. Tapi, jika ku terendap. Relakanlah, ku dapat maju meski ku harus merangkak.
Aku diam tak mengapa. Merajut sisa kembali utuh. Meski sulit, biarkanlah. Aku terbiasa.
Aku ingin meminjam hidupmu. Atau, biarkan aku berada di hidupmu.
adhie's #TselBlackberry®

Monday, June 06, 2011

In the "L" city a.k.a SURABAYA

Minggu 29 Mei 2011, pagi itu seperti biasa loper koran bawain tabloid plus beberapa koran yang memang khusus aku langganan pada terbitan akhir pekan saja. Lembar demi lembar aku buka edisi 29 Mei 2011. Mana ada artikel yang menarik, aku baca. Namun, saat itu aku bergegas langsung membaca halaman horoskop. Dan mataku kemudian menyudut pada rasi bintangku, Scorpio. "Selamat telah mendapatkan tiket murah untuk liburan sekolah". Begitu kira-kira isi ramalannya. Aku sendiri lupa kalimat persisnya seperti apa. Tapi, aku masih ingat, bagaimana reaksiku. Yup, tersenyum lebar. Aku kemudian nge-tweet apa yang ada di pikiranku, hingga kemudian berbalas dari teman kuliahku, yang mengatakan aku traveler sejati. Masa sih? Nggak lah, semua hanya kebetulan yang positif aja.

Sunday, May 29, 2011

#Solotraveller 4th Day: Penang - Happy

"Good morning. How are you" "Hi, I'm good, thank you for asking me". "So where do you go?" "Yeah, this is the bus to Bukit Bendera" "Correct" "How long it takes?" "About 45 minutes" "Oke, thank you."
Yeaaaaah pagiku dimulai dengan senyum dari sopir perempuan Rapid Penang. It was gold, folks.
Ramah bener, dan itu jadi booster perasaanku seharian ini. Setelah kemarin....
Siapapun pasti akan senang dengan keramah tamahan, tak terkecuali jika keramahan itu diberi oleh seorang sopir sekalipun. G, kalian harus tahu bagaimana ekspresiku saat itu. Senyum, hanya sebuah senyuman, yang membuat satu hari itu menyenangkan. Good sign.

#Solotraveller 3rd Day: Penang - C'est Grave

30/04/11 Jam 7 pagi aku sudah siap dengan tas ransel. Menarik nafas panjang, dan 'oke, this is it, my next destination #Penang". Penang sebenarnya bukanlah tujuan akhirku. Karena menjawab tantangan seorang teman, kemudian memperhitungkan jarak yang ngga terlalu jauh dari #Melaka, aku kemudian mengiyakan. Mengiyakan dalam waktu kurang dari 2 minggu. Alhasil kasak-kusuk. Ubah rute, riset lagi, dan hunting tiket. *tepokjidat.
Namun, baiklah, sepertinya ke #Penang, akan melengkapi wisata kota tua ku di pesisir Melaka ini.
Karena sudah tak ada lagi yang aku lakukan di kamar, aku putuskan untuk ceck out.
Dan tidak perlu bangunin si penjaga hostel. Katanya, kalo mau ceck-out, kunci kamarnya cukup di lempar ke dalam saja. Baiklah. *pring
Gerimis, maaaaaak!

#Solotraveller 2nd Day, Melaka - I'm so free

29/04/11 07:00 Aiiiiiiiiiih masih gelap bener. Waktunya salah nih. Celingak celinguk, sepi. Bengong di depan pintu. Beneran masih sepi. Swear, aku nggak bohong. Dingin? Nggak sih, tapi laparnya pasti.
Widiiiiih McD 24 jam itu membuat pandangan nggak kemana-mana. Sumpah, aku suka banget dengan posisi hostel ini, strategis bener. Hidup seolah berada di tengah-tengah peradaban, yaitu peradaban kuno dan modern. Tapi, kaki lebih memilih melangkah ke Seven Eleven, 5 meter dari hostel. Roti dan air kemasan ukuran 1,5 liter. Hey, aku sudah mandi shubuh tadi.
Aku pun balik ke kamar, dan menyendiri. Menyusun rencana perjalanan berikutnya di kota ini.
Kalau kemarin, sisi kanan sungai Melaka, maka hari ini adalah sisi kirinya. Dimana banyak bangunan tua Islam. Yup, berdasar pengamatanku sih seperti itu. Dan sisi kiri sungai juga banyak tinggal penduduk lokal. Dan aku tahu, perjalanan hari ini beneran yang super lama, seharian penuh. Jonker Walk salah satu tujuan.

#Solotraveller 2nd Day Melaka - Touchdown Yup

28/04/11 Jam 13 aku tiba di Melaka setelah menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam setengah. Dari Larkin ke Melaka langsung bablas tol, keluar tol kemudian 30 menit menuju terminal sentral, dan 30 menit ekstra mencapai pusat kota Melaka.
Christ Church, bangunan yang dulu hanya bisa aku lihat dari tayangan tivi, namun sekarang bangunan berwarna merah itu, tepat berada di depanku. Akhirnya. Alhamdulillah.
Pekerjaan selanjutnya adalah mencari alamat guesthouse Crazy Backpacker di jalan PM 2. Bingung. Meski aku sudah tanya belasan kali ke supir untuk minta diturunkan di lokasi terdekat, tetap saja...lost!

#Solotraveller 2nd day: Melaka - Drop (again)

28/ 04/ 11 05:30 Aku bangun lebih awal. Sholat Shubuh, kemudian persiapan terakhir untuk menempuh perjalanan ke kota berikutnya, Melaka. Saat matahari sudah menampakkan wujud dan hawa panasnya, aku turun dari lantai 4, menuju lobi, untuk kemudian keliling sekitar hotel.
Tapi, tujuan utamaku adalah mencari sarapan.
Well, ga ada yang banyak bisa dicari di sekililing hotel ini. Tidak bisa direkomendasikan, hanya ingin segera pergi. Meski kemudian aku tertahan di depan Seven Eleven, sekedar basa basi beli juz yang sebenarnya aku tidak perlu banget.
Menghangatkan badan? Nop, sungguh gila. Danga Bay, cukup untuk wisata malam berjalan kaki bersama Asril, dan itu tidak
akan aku lakukan untuk hari berikutnya. Semua di sekelilingku, hanya pekerjaan proyek yang digarap pemerintah lokal. Sepi, teramat sepi. Aku hanya berani berjalan di dalam area tembok. Bergeser sedikit. No way. Mungkin perlu waktu lebih lama untuk membiasakan diri dengan kota ini.
Dan, jam 8 Asril pun muncul. Oke, this is it. Time to say goodbye to him.

Tuesday, May 24, 2011

#Solotraveller 1st day: Johor Bahru - FreeHugs

Jam 7 malam, aku turun dari kamar menuju lobi. Tak lama berdiri, sebuah sedan berhenti di depan hotel. Aku mencoba mengenali sedan itu sambil mendekat. Tidak berapa lama, jendela diturunkan. Si pemilik mobil menyapa. Tepat waktu bener, ucapku dalam hati. Malam itu sesuai janji, Asril mengajakku makan malam bersama keluarganya.
Danga Bay tampak sepi malam itu. Lengang. Tak banyak kendaraan yang lalu lalang. Mobil-mobil warga pun jarang terlihat. Dan jalan besar nan lebar ini rasanya lebih pas dijadikan arena rally, karena mobil pun bisa melaju dengan kencang. Nggak sabar rasanya ingin segera eksplor Danga Bay di malam hari. Untuk cari tahu kehidupan malam kota ini.
Danga Bay itu jadi, distrik, atau lebih tepatnya, dengan menggunakan istilah di Jakarta adalah kotamadya dari Johor Bahru (JB). Letaknya di tepian laut. Makanya disebut Danga Bay. Ehehehe

Saturday, May 21, 2011

#Solotraveller 1st day: Johor Bahru - A Beautiful Stranger

27/04/11 Sisa waktuku di Singapura, kini ditemani Asril, seorang graphic designer dan juga photographer profesional. Dan aku yang biasanya menyembunyikan kehidupan profesionalku saat ditanya orang asing, justru saat itu aku begitu terbuka kepada Asril, kalau aku seorang TV journalist. Padahal, biasanya aku selalu menjawab bekerja di perusahaan asuransi. Upz
Sesuai kesepakatan bersama, aku pun mengiyakan ajakan Asril ke Changi untuk mengambil mobilnya dan bersama kemudian menyebrangi perbatasan.
Alhamdulillah, itu yang aku ucap dalam hati saat bertemu dan berkenalan dengannya. Tanpa keraguan sedikitpun aku menerima kebaikannya. Aku pun yang sejak beberapa jam tiba, selalu memasang muka kecut dan senyum seadanya, kini ada ketenangan. Yup, aku ada teman bicara, setidaknya untuk beberapa jam ke depan.
Tapi, kesenangan itu tidak berlangsung lama. Aku dihentikan oleh petugas jaga yang memintaku untuk membongkar isi tas ku. Aku yang awalnya merasa keberatan, terpaksa membuka tas ransel. Padahal semua itu sudah tersusun rapih, dan aku malas untuk merapihkannya. Dan permintaan petugas jaga itu sungguh berlebihan, bagian dalam tas ku juga dimintanya untuk dibuka. Aku pasang muka kesal. Namun, saat itu Asril menenangkan ku. Ia sendiri, bertanya, kenapa tas miliknya tidak dibuka. Petugas jaga itu bilang, cukup aku saja. Kupret!

Monday, May 16, 2011

#Solotraveller 1st day: 5 hours in Singapore - Destiny

27/04/11 Kurang lebih sepuluh menit, kasak kusuk mencari jalan keluar, akhirnya ku temukan, tangga ke atas yang benar-benar jelas mengantarku menghirup udara bebas. Lebay? Terserah lah, menganggapnya seperti apa, yang jelas, amat sangat tidak nyaman, berada di ruangan yang baru kita tahu, dan kemudian sukses tersesat.
Turun di Stasiun MRT Bugis, berarti berada di Bugis Junction dan terdapat jalur langsung ke pusat belanja. Yup yup yup, aku telah menyadarinya. Peta memang memberikan penjelasan yang sungguh teramat jelas. Namun tetap saja saat berada di medan sesungguhnya, gagap. Telat berpikir untuk membekali diri dengan kompas. Yes, kompas. Next trip, kompas adalah hal yang paling penting, dibandingkan ganti celana dalam tiap hari.

Saturday, May 14, 2011

#Solotraveller 1st day: 5 hours in Singapore - Lost

27/04/11, Dan pukul 13:40 Tiger Airways yang aku tumpangi mendarat di bajet terminal Changi Airport. Saat itu pula, aku mulai peranku sebagai #solotraveller untuk pertama kalinya ke luar negeri.
Dua bulan waktu yang aku perlukan untuk persiapan perjalanan ini. Mulai dari pembelian tiket pesawat, rute perjalanan, pesan kamar, hingga membaca sejumlah catatan perjalanan teman-teman yang pernah melintas di sepanjang rute yang aku buat, yaitu Singapura - Johor Bahru - Melaka - Kuala Lumpur - Penang - Jakarta.
Dengan rute pesisir selat Melaka itu, rasanya tidak maksimal jika hanya ditempuh dalam 4 hari saja. Dengan alasan itu, plus tantangan dari teman, aku pun memutuskan untuk lanjut ke Penang (Melaka tujuan akhir semula). Total 6 hari.

Sunday, May 08, 2011

Dear you

Berusaha mengingat kita pernah kenalan dan berjabat tangan adalah hal terberat yang pernah ku lakukan. Yang terucap kini adalah karena tidak ada kesan kala itu. Bahkan jika kemudian membaca namamu, aku pun tak sanggup mengingat rawut wajahmu.
Dan jika setelah itu, kita seperti telah lama kenal, rasanya itu kemudian menjadi keajaiban. Hal apa yang membuat semua ini menjadi mudah untuk kita. Tanpa sekat, batas, seolah ada kenangan lama yang muncul kembali. Tapi itu bukan dari sisiku, dan tak ku yakin kamu pun punya itu. Lantas apa?

Thursday, March 24, 2011

#Bukittinggi, West Sumatra (Part 10)

Setelah 3 jam berkeliling kota dengan berjalan kaki seorang diri, aku pun kembali ke titik nol, Menara Jam Gadang. Di sinilah, aku janji ketemu lagi dengan Am. Namun, belum panjang lebar bercerita perjalanan city tour dengannya, Am ajak aku liputan kriminal. 5 menit dari Menara Jam Gadang, ada kasus seorang pria yang tewas di dalam kamar penginapan. Dugaan saat itu adalah over dosis. Bersama reporter tv lokal yang bersamanya saat itu, kami pun menuju tempat kejadian perkara. Sesaat nafsu liburanku hilang. Nafsu liputan yang kemudian menguasaiku. Kasus kematian pula. Widiiiih. Kebayang seperti apa sosok jenazah tersebut.

Thursday, February 17, 2011

#Bukittinggi, West Sumatra (Part 9)

29 Januari '11, sabtu jam 10:45 aku akhirnya, menjejakkan kaki di Bukittinggi. Gerimis.
Suasana basah seperti ini mengingatkanku pada satu kota lain. Apalagi saat aku kemudian menyusuri jalan mendaki dan basah. Aku merapat ke trotoir di mana mobil-mobil parkir di bahu jalan. Berjajar pula ruko-ruko yang menjajakan beragam buah tangan, makanan, kantor bank, depstore, restoran cepat saji. Ada yang khas, dan aku suka suasana ini. Suasana berbeda justru berkaca dengan penampilanku, celana panjang kargo, topi kupluk, sendal gunung, plus ransel. Cool, hein??!!???!!!
Aku telepon Amfrezer, teman kontributor kantor yang bermukim di kota ini. Aku menunggunya di..... ah, sebenarnya aku paling fasih menentukan arah mata angin, entah kenapa saat itu, aku lepas kendali dan lupa arah mata angin. Titik pertemuan yang aku syaratkan di depan gedung pertemuan, dan memang gedung itu satu-satunya yang berada di sekitar Jam Gadang.
G, Jam Gadang!!!!!!!

Tuesday, February 15, 2011

Relung (Part 7)

Aku hanya bisa mengumpat dalam hati. Gelisah seketika itu juga menyelimutiku. Geram pun merajaiku. Lama jemariku tak berkutik di atas keyboard. Tertegun. Bingung.
Rasa kangen dan sayang itu begitu menyakitkan aku. Tapi rajutan kalimatnya yang menolakku seperti sebuah tamparan keras.
“Bimo”.
Entah dorongan apa yang menguatkanku, meski hanya sebuah kata dari dua huruf saja.
“ya”.
Damn. “Kenapa aku harus membalasnya?” keluhku dalam hati. Tekanan begitu dalam yang aku rasakan saat ini. Semuanya begitu bercampur aduk.
“Apa kabar, Bimo?”
“Hai! Kabarku standar aja”. Jawabku apa adanya.
“Kok standar?”
What the hell???? Gerutuku. Nggak tahu apa, yang udah lo lakukan ke gue? Nggak tahu apa gimana susahnya gue saat ini? Umpatku bertubi-tubi. Pfuih gak ngefek juga. Toh dia gak tau bagaimana ekspresi wajahku menatap layar monitor. Geram. Marah.

Monday, February 14, 2011

#Maninjau - #Bukittinggi, West Sumatra (Part 8)

05:00 Waktu Maninjau. Tubuhku terbangun otomatis oleh jam biologisku. Mata masih sepet. Badan masih terasa remuk. Tapi, secara keseluruhan, tidurku teramat nyenyak.
Ini adalah tidur ke 3, di 3 daerah berbeda. Dan ini adalah hari ke empatku di Sumatra Barat, serta pagi pertama dalam hidupku di Maninjau.
Aku menunggu giliran sajadah yang dipakai ayahnya Vano untuk sholat shubuh. Dan setelahnya, aku buka pintu rumah. Kontan angin shubuh menyeruak masuk ke dalam rumah. Dinginnya nggak bisa ditawar lagi. Angin ini lebih dingin dari air wudhu tadi.
Ku menarik nafas panjang. Segar. Benar-benar segar.
Aku kemudian mengambil tempat di tepian teras, menghadap barat. Melakukan peregangan pada sejumlah bagian tubuh. Sesekali menguap. Kantuk masih tersisah. Tak mungkin ku lanjutkan tidur. Yang ada dipikiranku, hanyalah menikmati suasana pagi di Maninjau.

Sunday, February 13, 2011

Met hari Valentine

Banyak pergulatan terjadi sejak hati ini mengenalmu
Seakan tidak pernah habis dan tak pernah berujung
Terjebak antara logika dan hati
Larut dalam pertentangan hati dan ujian sebuah kesetiaan
Membiarkan hati dan cinta berbagi serta membiarkan kemunafikan ada
Namun nyatanya, apapun itu, sayang ini masih ada
Dan tidak pernah bisa menghapusnya
Karena, aku bukan hanya sekedar ingin menjadi lelakimu
Dan untukku kamu juga bukan hanya sekedar hati yang untuk dimenangkan
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Saturday, February 12, 2011

#Maninjau, West Sumatra (Part 7)

Dengan kecepatan 20 km/ jam, Kijang hitam perlahan menyusuri jalan beraspal di tepian Danau Maninjau. Dengan kecepatan laju seperti itu, seakan waktu berjalan lama, aku seperti berada di dimensi lain. Sepanjang mata memandang, tampak pohon-pohon peneduh berjejer, di sisi dan kanan kiri jalan. Sementara, rumah penduduk, tampak saling berjauhan. Duduk di sisi kiri, memberi keuntungan untukku, Danau Maninjau itu tidak berapa jauh dariku. Aku tak banyak berkata. Warga lokal sangat beruntung miliki Maninjau. G, cantik. Dan perkampungan ini benar mendamaikan! Hey, aku beruntung telah berada di sini.

Wednesday, February 09, 2011

#Maninjau, West Sumatra (Part 6)

Jam 06:00 WIB. Ini hari ke-3 ku di Sumatra Barat. Badan rasanya remuk. Baru nyadar, kalo kemarin itu nggak ada istirahat dalam waktu lama. Terus aja jalan [baca: naik motor]. Hujan pun diterjang. Jadinya, ya, seperti ini nih, tepar akut. Tapi, perjalanan harus berlanjut. Pagi ini, segera menuju Maninjau.
Aku memang benar-benar Blind Traveler. Nggak tahu bus atau angkutan mana yang akan membawaku menuju Maninjau. Untungnya, sejauh ini, perjalananku baik-baik saja. Warga lokal teramat sangat membantu. Pokoknya yang aku tahu, ada mobil travel bernama Tranex Mandiri. Nama PO ini rasanya cukup terkenal. Aku tahu dari beberapa tulisan backpacker yang sempat singgah di Padang. Tapi, aku sendiri nggak tahu posisinya berada di jalan apa. Gubrak.

Tuesday, February 08, 2011

#Padang, West Sumatra (Part 5)

Aku cuma bisa meratapi isi ransel yang lepek. Itu baju yang tersisa untuk sisa perjalananku 3 hari ke depan. Tidak ada satu pun yang bisa diselamatkan. Ada satu dua lembar, itu pun dalam keadaan lembab. Meletakan baju di jemuran di dalam, bukan ide yang bagus, namun, menyimpannya dalam keadaan lembab, juga pilihan yang tidak bagus. Setidaknya, jika dikelantang, maka kena angin dan kering. Berharap.

Sunday, February 06, 2011

#Padang - #Padang Pariaman, West Sumatra (Part 4)

Jujur, kecewa saat tahu, perjalanan jauh ke Bunguis tidak mendapatkan gulai kakap. Gulai jengkol pun tetap membuatku bergeming. Tidak tergoda. Mati rasa. Makan pun hanya sekedarnya. Mungkin, memang perjalanan ini tidak memberkatiku untuk mencicipi makanan khas masing-masing daerah. Apapun itu, lewat. Padahal, sejak pagi tadi, perutku belum pula ku isi nasi, kecuali sate padang di lapangan imam bonjol siang tadi.
Jam 5, mengejar waktu ke Padang Pariaman. Tawaran berikutnya adalah mengunjungi situs syekh Burhanudin, entah apalah itu. Blind Traveler, aku ikut aja. Estimasi waktu 1 jam tiba di lokasi. Dengan kondisi jalan track lurus, maka akan jauh lebih cepat. Itu asumsiku saja. Ternyata, jalan yang ku lewati adalah berbalik 180 derajat.

Saturday, February 05, 2011

#Painan - #Padang, West Sumatra (Part 3)

Lepas makan pagi, aku segera melakukan persiapan terakhir berkemas. Tidak ada bawaan berarti, kecuali pakaian kotor, dan segudang kenangan tentang Painan di hati dan pikiran, serta barang bukti di kamera digital.
10:30 Uda Inang, menghentikan mobil travel menuju Padang. Hanya aku penumpangnya. Berbeda dengan kali pertama menumpang mobil travel saat di bandara, kali ini aku jauh lebih rileks. Sesekali memejamkan mata, namun, lagi-lagi pemandangan Painan - Padang memaksaku untuk terus terjaga. Hanya aku dan 2 penumpang lainnya saat itu. Laju mobil juga tidak terlalu kencang. Jadi, aku benar-benar menikmati perjalanan. Padahal, aku tidak tahu titik balik ke Padang. Beberapa titik ku lupa. Hanya pada saat aku lihat papan penunjuk arah jalan padang painan, baru lah aku paham, jalur yang ku lalui kemarin.

Tuesday, February 01, 2011

Rahasia

Jika menatap cermin, ku pilih tak miliki rawut seperti saat ini
Jika menarik nafas dalam, ku pilih tak rasakan galau ini
Sempurna ku rasakan, betapa ku tak ada daya simpan ini darimu
Cela ku rasakan, betapa ku tak ingin salah di depanmu jika ku jujur
Sungguh ku tak ingin sesali bertemu denganmu
Dan sungguh ku ingin akui kelemahanku
Ku tak pernah mampu jujur
Ku pun tak ingin kau hilang saat jujur menghampiri
Merasakan hangat penerimaanmu
Dan hangat air mata kala ku tulis puisi ini
Aku pernah digauli galau sekian lama
Dan kini ku kalah
Maka ku yakin, ku tak kan lagi melangkah
Cukup pada titik ini

Saturday, January 29, 2011

#Painan, West Sumatra (Part 2)

Lebih karena tidak ingin lupa, detail hal yang gue lakukan di hari ke dua liburan ini, maka, malam ini kupaksakan untuk menulisnya.
Terbiasa bangun jam 5:30 di Jakarta, terbawa saat berada di pagi di Tarusan, Painan. Sepi, itu yang melekat. Berada lebih ke barat, maka gerak matahari juga lebih lama terang di titik ini. Yang ga berubah, hanya jam biologis.
Ok, setelah lelap tidur semalam, pagi, sesuai janji, gue sudah dijemput untuk keliling Painan seri ke-2, Tempat pelelangan ikan, dan batu kalang.
Di daerah nelayan kebanyakan, aktivitas warga di tempat pelelangan ikan ini pun biasa saja. Tapi, karena haus dengan suasana baru, apapun gue lahap. Dan, memang, lagi-lagi bisa menikmati suasananya. Seru.

Thursday, January 27, 2011

#Painan, West Sumatra (Part 1)

08:15 pesawat pun akhirnya landing di Bandara Internasional Minangkabau, 30 menit lebih lama dari jadwal semestinya. Cuaca buruk sempat membuat pesawat memutar hingga 2 kali, sebelum akhirnya mendarat.
Awan tebal memang menutup Padang pagi itu, nyaris, landasan pacu, n bahkan rumah-rumah penduduk tidak terlihat. Ngeri juga sebenarnya, plus, BIM dikelilingi bukit, perlu cermat dan cari cela untuk bisa menembusnya. Apalagi, turbulence juga sering menggelitik badan pesawat. Guncangan sering terjadi.
Suasana kian menyeramkan, saat salah satu penumpang anak, sejak take off hingga landing, berteriak histeris minta turun. Berkali-kali. Gagal sudah rencana untuk menggenapi waktu tidur yg terpotong. Padahal terbang 1 jam 25 menit cukuplah untuk tidur. Tapi, nyatanya, teriakan itu bikin perjalanan tidak nyaman.

Sunday, January 23, 2011

Lelah

Aku mau kamu | tapi, ku ta bisa | beri ku alasan u/ pergi, jika kau tak ingin | aku hanya tak bisa pahami mu, smtr ku tak miliki waktu lagi

Ku hanya bisa menatapnya lekat. Ku raih tangannya. Ku dekatkan ke dadaku. Ku tarik nafas dalam. 'Ku ingin aku ada saat kau tak lagi ada'

Dia membisu. Tatapannya nanar. Perlahan airmatanya turun. | ku juga ingin kamu, tp ku tak ingin biarkanmu simpan duka saat ku tiada |

Ku diam, terpaku dalam ucapannya yg bergetar. Terbius aliran air mata yg tak kunjung usai | aku ikhlas dgn masa depanku, asal ijinkan aku |

Entah, kata apa lagi u/ yakinkannya, aku mau dia. Ku tak ingin pula larut di ujung waktunya, smntara ku masih punya kata agar dia bertahan

| kamu tahu, kenapa ku teramat ingin kamu? Karena dari sisa hidupmu kini, ku pahami jika aku ingin belajar hidup dari kamu dalam pasrah |
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Jikalau

Selalu saja ku temukan bagaimana terangi jalanku,
menyelamatkan hidupku dengan kemampuan membaca rahasia di tiap gelagat.
Aku tahu cara bagaimana tak terluka.
Ku pahami, kapan ku harus menjadi malaikat untuk ragaku.
Dan ku selamatkan diri ku.
Kemudian ku menghilang, dan terlahir kembali saat ku ingin.
Menafikan semua yang meracuni paham atas keyakinanku.
Betapa berharganya aku atas diriku.
Dan diriku berbicara atas aku.
Dan kemudian ku menghilang.
Ego ku tak membebaniku.
Tak munafik aku lepaskan apapun demi aku.
Jikalau ku ingin, aku inginkan apa yg ku mustahilkan.
Kemustahilan.
Dan aku selalu saja punya cara sembuhkan hatiku, atas luka apapun. Jikalau ku menghilang, itu bukan keajaiban atas kuasaku.
Tapi diriku tlah meminta.
Naluri.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

S.I.C.K

Tuhan, jika aku salah menjadikan intuisi sebagai tongkat hidup ku, maka, biarlah ku hidup tanpa perlu mereka reka,
dan biarkan juga ku hidup tanpa perlu lihat kesuraman.
Karena aku pun tlah merasa membelah jiwa ku pada keraguan yang juga tak ku pahami.
Karena aku pun tlah merasa merangkul sesak yg tidak semestinya.
Ku bertahan kini, meski tak miliki janji untuk berdamai dengan yang tidak sepantasnya.
Lalu, kiranya ini telah cukup jatah bagiku, maka ku rasa ini telah berujung.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Saturday, January 22, 2011

#NoMention

Hanya diam, meski kerap terkesan klise
Tapi perlahan ku biarkan rasa ini bermain
Di dalam tiap rangkai kata saat aku dan kamu ada
Aku tak pentingkan kau pahami tiap kataku
Aku pun tak paksakan kau larut dalam tiap candaku
Ku hanya ingin ruang agar nyaman hati dan pikiranku saat bercumbu dengan caraku
Aku yakin jika kau pun meragu menyerap tanda itu, mengerti kah kamu
Karena yang ku ucapkan pun kerap menyentuh hati dan pikiranmu
Namun, jika kau pikir itu kosong
Maka ku pahami kekeliruanku
Aku tak ingin ini nyata
Aku tak ingin harap terwujud
Biar kemudian hati ini bermain dengan caraku
Biar pula ku kagumi kamu dengan caraku
Jika kau pikir, ku mampu bertahan
Maka ku jawab tidak
Entah, ku tak lagi dapat temukan jalan lain untuk sentuh hatimu
Atau mungkin, hati mu telah tersentuh?
Jika cinta butuh kata, mungkin ku pilih tak ingin ungkapkan cinta itu
Meski ku ingin kamu sungguh
Galau karenamu #NoMention
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Powered by Blogger.