Tuesday, September 20, 2011

#Solotraveller 2nd days: Cu Chi Tunnel #HoChinMinh

18/09 Lagi, bangun terlalu pagi, padahal semalamnya pun juga ngga tidur lebih awal. Leyeh-leyeh di atas tempat tidur nggak jelas. Baru setengah jam kemudian alarm berbunyi. *tepokjidat
Mungkin akunya yang terlalu antusias dengan perjalanan ini, jadinya pikiran terus menerawang, sementara daya tahan fisik dipaksakan. Ini nggak bagus. *pecut
Ya paling aku mengonsumsi vitamin, juz, dan minum banyak air. Kalau karbohidrat? Mmmmm berharap aku kurusan dalam 11 hari ini, karena fisik dipacu terus. Mahal ya, boooow mau kurus aja kudu jalan-jalan.
7:45 aku sudah berada di kantor TheSinhTourist di De Tham Street, dari tempatku menginap, hanya 5 menit berjalan kaki.
Aku tidak banyak melakukan aktivitas pagi dengan berjalan-jalan, meski hanya di sekitar tempatku tinggal. Nggak banyak pula jadinya, hal-hal yang diabadikan. Sarapan di sini dengan menu yang tidak bisa aku makan, membuat aku pilih yang pasti-pasti saja. Syukurnya, aku masih punya simpanan roti sobek yang aku bawa dari Jakarta, dan sisa roti sobek lainnya. Cukuplah untuk sekedar mengganjal perut, plus menghajar yogurt. Ah, sehat beneur.
Di #HoChiMinh, banyak warga yang sarapan di luar rumah. Umumnya, di pinggir jalan. Berbangku dan bermeja kecil dengan ditemani kopi, atau teh, dan semangkuk Pho. Tergoda memang untuk merasakannya, meski hanya duduk di pinggir jalan. Tapi, ya sudahlah, aku coba cari kenikmatan lainnya dengan cara ku sendiri.
Sudah banyak turis yang memadati kantor tour operator ini. Mmmmm kalau dari wajahnya, damn, aku seperti berada di belahan dunia manaaaaa gitu. Ada yang duduk, ngobrol antar sesama. Ada yang baru datang dan booking tiket tour, dan ada yang sekedar merokok di luar kantor sambil menunggu busa datang.
Mata ku pun tertuju pada satu pria yang aku prediksi, dia orang Indonesia. Eits, jangan tendensius ah. Aku perlu berbicara dalam bahasa Indonesia tauuuu.
En, eng ing eng. Sengaja aku duduk membelakangi mereka, yes, mereka, entah itu siapanya si pria itu. Yang jelas, dengan sedikit nguping, aku mendengar mereka bicara bahasa Indonesia. Yihaaaaaaa
Mulai dah.
'Dari Indonesia juga?' tanyaku memulai pembicaraan.
Sejurus kemudian, aku tahu kalau yang pria ini tinggal dan bekerja, serta memiliki istri dan satu anak di Vietnam. Dan berada di kantor tour ini, untuk ajak orangtuanya ke Delta Mekong. N you know what? Mereka tinggal di Rawa Lumbu. *jleb
'Tahu provider Vietnam yang bisa BBM-an, Mas?'
Sejurus kemudian, dengan sigap, dia pinjam handphoneku. Diregistrasi seperti cara di Indonesia, tunggu beberapa saat. Kemudian direstar. Deng deeeeeng. Bisaaaaaaaaa!!! Happppppppieeee!!! Pulsa yang dibeliin Tien, kepotong 30K VND untuk berlangganan bb selama seminggu. Agar aku tidak lupa, aku minta dipandu untuk registrasi, jika masanya sudah habis. Mmmmm ini yang disebut dengan rejeki senyum. Sempet tukeran nomer handphone and kartu nama.
Dan, aku pun sudah di dalam bus. Sementara yang lainnya duduk berduaan, aku duduk sendirian. Mmmmmm wish you were here, sayaaaaaang.
Perjalanan ke Cu Chi Tunnel memakan waktu 1:45 menit keluar kota Ho Chi Minh.
Ups, lupa, aku ambil paket tour Cu Chi Tunnel setengah hari, plus Ho Chi Minh city setengah hari, total +/- 321K VND, dibagi dua aja ke rupiah. Murah? Embeeeeer, daripada harus urus sana sini sendiri, ambil paket tour dengan harga yang masuk akal, dan tergolong murah, yah, ini bisa menjadi pilihan. Terutama dengan kendala bahasa jika harus ke Cu Chi sendiri. Jangan tanya aku soal bagaimana jika ke Cu Chi sendirian yah. *peace
Perjalanan ini sejauh 200 km, begitu yang aku baca di buku panduan.
Cu Chi Tunnel sendiri adalah lorongan bawah tanah yang digunakan selama perang Vietnam melawan AS. Luasnya? Mmmmmm coba googling aja yah? Kalau turis asing masuk sini bayar 80K VND. That's it.
Mmmmm cukup menyenangkan sih, sepanjang tour ini. Banyak hal yang bisa dilihat di tengah hutan ini. Guide, ngasih banyak penjelasan tentang sejarah lorong, alat perangkap, sekaligus memberi kesempatan peserta tour menyusuri lorong bawah tanah sejauh 14 meter.
Dan aku cukup heran, dengan kondisi badan yang sudah tidak kurus ini, aku mampu masuk terowongan.
Dan, resiko! Lagi-lagi resiko kalo travelling sendiri adalah saat ingin mengabadikan momen adalah yang paling sulit. Jadinya, minta tolong ke siapapun. Tapi, ini ternyata menjadi pembukaan percakapan yang mumpuni. Entah kebetulan atau tidak, mereka juga senang dimintai tolong.
Korban pertamaku adalah Stephensan, Malaysia. Peserta tour rombongan dengan teman-temannya. Aku langsung akrab sama dia, bahkan cakap bahasa Melayu. Beberapa kali aku mintai tolong, pun nggak keberatan. Pas muka ku celingak celinguk, agar bisa minta tolong foto-n ke orang lain, dia justru yang nawarin bantuan. Hey, kami cepat akrab. Sempat aku cerita tentang perjalananku di Melaka dan Penang. Dan dia kaget saat aku mengatakan, kalau aku #solotraveller.
Next, cengo sendirian, and asyik sendiri. Sok pede, menyapa peserta tour lainnya yang seorang diri. Berharap senasib. Dooooor, eaaaaa dia asli Torino, Italia. Huwaaaaa parlavamo Italiano subito.
Kalau si Jovico lebih parah, dia sudah 2 bulan ini travelling sendiri. Setelah Vietnam, akan lanjut Laos dan Kamboja. Mantap, Man. Karena kesamaan bahasa, kami juga langsung akrab. Kalau nggak salah dia menyebut dirinya itu bekerja di bidang pengembangan informatika deh.
Mmmmm kalau dipikir-pikir, #solotraveller itu beneran memaksa kita belajar untuk tidak hanya mengontrol diri sendiri, tapi juga bisa membuka hati bergaul dengan orang-orang asing. Bersikap ramah dan menjadikannya sebagai teman perjalanan.
Kacrutnya adalah saat aku coba bersikap ramah dengan sesama turis asal Indonesia, beda group memang. Mereka berempat. Aku sendiri. Ya eyalah. Aku menyapa, 'hai, saya juga dari Indonesia'. Aku menggunakan kata 'saya' loh, bukan 'gue'. Eh, mereka cuma memandang balik tanpa membalas sapaanku, serasa ingin mengatakan, 'SO?'
Damn, schifo, gila, aku pikir mending aku kenal dan berteman baik deh sama orang asing sekalian, kalau sesama negara sendiri aja kelakuannya sengah. *cih
Sisa perjalanan di Cu Chi Tunnel cukup menyenangkan. Dan saat tahu tour berakhir, maka aku menanti sisa paket tour berikutnya. City tour Ho Chi Minh setengah hari, yang pada akhirnya dibatalkan. Pfuih.
Dari jadwal jam 2, molor hingga menit ke lima belas. Guide ku, bilang, aku akan bersama lima peserta tur lainnya. Hingga akhirnya. Kecewa, tour tidak bisa dilanjutkan jika peserta hanya aku saja.
Sebagai kompensasi, aku ditawari untuk dibayarin taksi, atau disewain motor, atau diantar sampai titik yang aku inginkan, baru kemudian aku pulang ke penginapan naik taksi. Dan aku bulat mengatakan TIDAK.
Ngambek? Yes lah. Aku kemudian jalan terhuyung memendam kekecewaan. Halah. Rencana hari ini memang harus dipaksakan untuk jalan-jalan ke kota. Tapi, nyatanya? Aku hempaskan tubuh ke atas kasur. Dan hujan. Yihaaaaaaa
Rasa kecewa pun tidak terlalu berat, karena aku merasakan suasana hujan di Ho Chi Minh. Mmmmmm seru.
Hujannya kadang berhenti, kadang lanjut. Tapi deras banget. Baru bener-bener berhenti itu jam 6-an, saat Tien datang ke penginapan dan ngajak makan malam. Tien menawarikan makan di restoran kemarin. Aku bilang nggak mau. Aku ingin makan Pho. Jadilah, di tengah gerimis, kami berdua naik motor cari kedai Pho.
Sisa hari ku jelang malam, aku lanjutkan dengan menulis, preview foto, dan kemudian tidur. Besok, aku lanjutkan tour ke Mekong Delta.
Sent from my BlackBerry® smartphone from Viettel

0 komentar:

Powered by Blogger.