Thursday, January 27, 2011

#Painan, West Sumatra (Part 1)

08:15 pesawat pun akhirnya landing di Bandara Internasional Minangkabau, 30 menit lebih lama dari jadwal semestinya. Cuaca buruk sempat membuat pesawat memutar hingga 2 kali, sebelum akhirnya mendarat.
Awan tebal memang menutup Padang pagi itu, nyaris, landasan pacu, n bahkan rumah-rumah penduduk tidak terlihat. Ngeri juga sebenarnya, plus, BIM dikelilingi bukit, perlu cermat dan cari cela untuk bisa menembusnya. Apalagi, turbulence juga sering menggelitik badan pesawat. Guncangan sering terjadi.
Suasana kian menyeramkan, saat salah satu penumpang anak, sejak take off hingga landing, berteriak histeris minta turun. Berkali-kali. Gagal sudah rencana untuk menggenapi waktu tidur yg terpotong. Padahal terbang 1 jam 25 menit cukuplah untuk tidur. Tapi, nyatanya, teriakan itu bikin perjalanan tidak nyaman.
Keluar dari bandara, mulai deh, calo calo travel datang mengerubuti menawarkan jasa. Masalah pertama, gue Blind Traveler. Masalah kedua, gue ga ngerti bahasa warga lokal. Jadinya, gue pasang muka antara muka galak n tegas. *gubrak, ga penting bayangin muka gue saat itu. Penting untuk orang tahu, kalo kita punya pertahanan diri, meski hanya lewat mimik muka.
Well, pilihan jatuh pada Damri, 18K idr hingga ke tujuan akhir mereka. Lebih aman sih berkat jualan instansi daripada gue naik angkutan lain. Meragu.
Oke, tujuan hari pertama adalah Painan. 60 km selatan Padang. Ga ada alamat jelas, hanya patokan. Dan karena ga ada bus menuju ke sana, gue naik mobil travel. Penuh dengan warga lokal, panik dengan clostrophobia yang menyerang mendadak. Stress dapat duduk di belangkang. Sempit pula. Protes. Gw pun dapat duduk ternyaman, di tengah, pinggir pula. Sedap. Satu setengah jam perjalanan selanjutnya penuh dilema. Mata berat untuk melihat, tapi pemandangan sepanjang perjalanan, sulit dibiarkan begitu saja. Sisi kiri, deretan bukit, sementara sisi kanan, pantai! Manteb, kan?
Akhirnya, tiba pula di Tarusan. Kota kecamatan dari Kabupaten Painan. Sasaran gue untuk menelusuri situs turistik di sini, terlebih dahulu singgah di rumah teman.
Gue kenal teman ini, saat menjadi relawan di kantor gubernuran sumatra barat di Jakarta, saat gempa padang. Ia menawari gue, kalo ke Padang, mampirlah. Ya sudah, 2 tahun berselang, datanglah gue. Namun, karena pada saat gue datang, dia sedang berada di Jakarta, maka, dia mengutus saudara-saudaranya untuk menemani guw selama di Painan.
Tujuan utama di Painan hanyalah Jembatan Akar yang telah berusia seratus tahun lebih. Dan dengan bermotor, gue pun menuju Bayan Utara, letak jembatan itu berada. Terasa sekali noraknya gue, sepanjang perjalanan, sesekali teriak kagum di atas motor. Gimana nggak? Bagus banget pemandangannya.
Mendapati jalan dengan track lurus sedikit bergelombang, jadilah gue menjajal bawa motor. Widiiiiiih, no helm, apalagi spion, 80KM, berasa liar gue.
Usai berfoto-foto di Jembatan akar dan berisitirahat sejenak, gue pun segera pulang, karena sudah ditelpon untuk makan malam. Yup, jam 6:15 sudah. Gulai ikan patin! Mantap, kan? Makannya di atas tikar. Kalap, nambah euy. Gulainya enak. Dosa kalo makannya malu-malu. Ehehehehe
Belum lepas hilang capek gue, mereka sudah berencana ajak gue ke satu tempat, dimana bisa melihat pemandangan kota Painan dari atas bukit. Maka, meluncurlah, kami 45 perjalanan yang dibayar dengan pemandangan kereeeeeeeen. Sumpah keren. Mesti harus ke sana lagi untuk liat di kala siang. Dimana aktivitas warga dan laut menyatu. Cakep.
Tapi, karena waktu yang gue punya harus berbagi, jadinya tidak akan lama berada di Painan. Melihat aktivitas desa nelayan adalah agenda pagi, jelang menuju Padang. Well, Tuhan, terima kasih, aku sudah pertemukan aku dengan warga lokal yang begitu baik.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

0 komentar:

Powered by Blogger.