Monday, March 27, 2006

Depok. Letaknya di selatan Jakarta. tidak susah buatku menjelajah kota itu. Setengah jam berkendara angkot dengan ongkos 2000 perak, aku bisa langsung menjelajah sepanjang jalan Margonda itu. Apapun bisa ditemukan dengan mudah, sepanjang mata ini menjelajah lurus jalan itu.
Yang unik adalah, tidak ada cela pertokoan yang tidak memiliki cyber café. Layaknya kacang goreng, maka cyber café di sepanjang jalan Margonda semudah itu pula ditemukan. Mulai dari sekedar surfing, sampai menggunakan webcam. Dari bilik cyber yang terbuka sampai yang benar benar private room pun tersedia. Billingnya pun standar 5000 rupiah per jam. Kecepatan aksesnya pun jangan ditanyakan lagi. Coba saja di daerah kober. Tepat sepuluh meter dari gapura selamat datang kota Depok. Di situ ada beberapa cyber café. Beberapa di antaranya bahkan buka 24 jam. Wex. Persaingan tampaknya sudah bukan barang langka bagi para pemilik cyber café. Coba tengok saja, beberapa cyber café bahkan terletak bersebelahan dengan yang lainnya. Dan kalau mau sedikit ke selatan Margonda, maka sepanjang jalan itu pula mudah ditemukan cyber café. Tapi, makin ke selatan maka jumlah cyber café pun berkurang. Bahkan, lepas Gramedia jarang sudah ditemukan.
Kalau bisa dibilang mungkin untuk mencari teman ngobrol di lokasi ini tidak perlu usaha keras kok! Jadi, kalaupun berjalan seorang diri di Margonda, jangan pernah merasa sendirian. Alone bukan berarti lonely kan??? Mampir saja sejam dua jam di cyber café. Kemudian buka kanal chatting di MiRc atau di yahoo messenger. Modal berani dan open minded maka tidak akan sulit menemukan teman ngobrol. Atau mau lebih???
Lalu lalang orang-orang yang ada pun punya karakteristik khusus. Mereka semua anak kuliahan. Nah, ini beda lagi. Kalau di Paris mungkin lokasi ini bisa disamakan dengan Quartier latin-nya Paris. Patut dimengerti kalau sepanjang jalan Margonda memang pusat pendidikan. Dan akan bertambah panjang jika di tambah dengan sepanjang jalan raya lenteng agung. Sejumlah sekolah dan kampus berlokasi di lokasi yang juga tidak berjauhan. Kondisi ini berimbas pada banyaknya rumah kos di lokasi itu. Maklum aku sendiri alumni dari salah satu SMU negeri di sana. Wex!!!!
Sebenarnya kalau mau ke jalan raya Margonda tidak hanya dilalui bus dan angkot saja. Alternative lainnya bisa dengan naik kereta listrik. Coba turun di stasiun UI atau Pondok Cina. Maka dapat ditemukan surga bajakan software komputer ada di situ. Super lengkap. Tidak hanya software program bajakan, tapi juga memanjakan para freaky game dan juga movie mania yang suka dengan dvd bajakan. Satu keping lima ribu perak. Mmmmmh murah meriah dibanding software program yang asli berlisensi. Tapi, jangan kalap mata dulu untuk membeli software bajakan itu. Coba dech duduk di sepanjang stasiun kereta UI. Nggak usah munafik untuk tidak mau melihat kanan kiri orang yang duduk di sebelah. Banyak barang bagus. Tahu kan maksudnya??? Sudah dech. Pfuih. Jangan lupa di peron ke arah Jakarta ada warung kecil yang menjual juz sirsak. You have to taste it before leaving Depok. Nikmati beberapa penganan yang ada di stasiun itu. Kalaupun ingin penganan yang lebih beragam, Margonda punya banyak pilihan. Harganya pun tidak terlalu mahal. Makanan kaki lima sampai restoran steak, semuanya dengan mudah memanjakan nafsu kuliner.
Bisnis di lokasi sepanjang jalan ini sepertinya tidak ada habisnya. Apa saja bisa dijadikan bisnis. Misalnya, cyber café, kos, café, jajanan, rental komputer, dan fotokopi center.
Yang hangat sekarang adalah pusat perbelanjaan. Sudah tidak lagi jaman Ramanda Depok yang sempat Berjaya sepuluh tahun lalu. Depok Plaza, Mal Depok pada akhirnya memaksa toko itu gulung tikar. Bahkan kini wajah usaha itu berganti dengan usaha bengkel. Mmmmmhhh jangan lupa, Margonda juga pusatnya usaha jual beli mobil bekas. Tapi, di banding usaha jual beli mobil bekas, tampaknya pusta perbelanjaan di lokasi ini tidak kalah maraknya. Mulai dari ITC, Town Square, Carrefour, Giant, Hypermart, gila bersaing. Longok saja pertokoan Giant di Margonda City Square dongak menghadap Hypermart di Depok Town Square. Bahkan ITC dekat dengan terminal Depok saja santai bersaing dengan Carrefour.
Depok Plaza dan Mall Depok? Mungkin saja nasibnya tidak akan berlangsung lama. Layaknya Ramanda dulu. Satu-satunya keistimewaan yang di miliki Depok Plaza mungkin karena adanya Cineplex 21. Tapi, itu pun tak akan menjadi istimewa tatkala Depok Town Square memadukan one stop shopping dengan Cineplex 21-nya. Cukup unik untuk Detos, karena pertokoan ini juga memadukan konsep apartemen di dalam kawasan pertokoannya. Konsep lama yang pernah dibuat pendahulunya, sebut saja Mall Taman Anggrek. Bahkan sebuah stasiun dibangun khusus untuk akses kemudahan transportasi. Tidak jauh dari lokasi itu, sebuah konsep rumah tinggal bergaya apartemen yang dulu mungkin alergi untuk sebagian warga, justru dibangun, Margonda Residence. Seperti layaknya magnet dengan kekuatan penuh, maka areal lobi dan parkiran depan kedua lokasi pertokoan itu telah menjadi tempat tongkrongan baru warga Depok yang kebanyakan para remaja.
Depok Plaza dan Mall Depok kemudian menjadi tidak ada apa-apanya, mungkin. Melihat MC2 atau Margonda city square, bisa jadi penduduk Jakarta yang ingin plesir tak ingin terlalu jauh merangkak di tengah kemacetan Depok saat ini. Detos dan MC2 bisa pula menjadi jawaban. Dan Depok Plaza dan Mall Depok? Kemungkinan tidak akan menjadi kebanggaan warga Depok lagi seperti dulu.
Depok dulu dan Depok sekarang jelas sudah berubah. Wajah kemacetan makin tampak. Kalau mau dipersempit bahkan Margonda sekarang sudah berubah jauh. Untung saja, gaya hidup bersahaja warga asli masih bisa bernafas di tengah tumbuhnya gaya hidup metropolis. Di sepanjang jalan Margonda itu buktinya.
Tapi semua itu menyisahkan seorang pedagang kerak telur di dekat toko buku Gramedia yang masih saja bertahan ada. Kalau ingin menemukan kesederhanaan Depok dan jalan Margondanya, coba dech ngobrol dengan bapak pedagang kerak telur itu. Toh idealisme hidup masih bisa ditemukan. Bukan karena himpitan ekonomi dan juga bukan karena tidak ada pilihan lain. Lantas apa? Coba deh berpikir sederhana. Ada sebagian orang yang pasrah dengan keadaan dengan coba get real dengan keadaan. Tapi ada juga sebagian orang lainnya yang terkesan maksa hidup dengan kelayakan yang semu. Tapi jelas tak berguna. Sekedar potret tempat di mana aku bisa dan biasa melarikan diri berjam-jam di satu jalan bernama Margonda. Margonda di antara realita kehidupan kaum sub urban.

2 komentar:

itha said...

Dhi.. morgonda raya.... rute gue tiap hari tuuh. :-)

16 taun yang lalu, Ps. Minggu-Margonda cuma ditempuh 10 menit looh ...
Sekarang...?? boro-borooo...

Anonymous said...

Ingin menjual mobil atau motor dengan cepat ? Iklankan di

WWW.MOBILMOTORMALL.COM - Jual Beli Mobil Motor - Bursa Iklan Mobil Motor - Info Mobil Motor

Powered by Blogger.